“Kehadapan dewa Kematian, apakah aku mengorbankan kamu,” kata seorang ayah
Vajasrava yang sedang marah kepada Nachiketa muda. Ia menyatakan kehidupannya
yang beruntung selama satu Kurban.
Vajasvara adalah seorang kepala rumah tangga ambisius dan selalu berpikir untuk
mengadakan beberapa kurban yang akan membuat ia dikenal dan termasyur. Salah
satu Kurban yang lumrah pada zaman itu adalah Viswajit (yang menaklukan dunia).
Biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku Kurban itu sangat besar. Ia
mengorbankan semua kekayaannya.
Vajasrava memutuskan untuk melakukan upacara Kurban ini daripada memilih Kurban
lain dan menyerahkan kekayaannya kepada Brahmana. Tetapi sesungguhnya ia orang
miskin, yang tidak puna kekayaan daging, biji-bijian maupun buah dan sapi.
Puteranya yang muda mengamati semua ini dan merasa yakin ambisi ayahnya telah
meleset. Tetapi ia mempunyai keyakinan yang besar dalam dirinya dan ia percaya
bahwa dengan mengorbankan dirinya ia akan mampu menyelamatkan ayahnya dari
fitnah dan dari kenikmatan semu. Lalu, ia pergi menghadap ayahnya dan
menempatkan diri seolah-olah ia juga bagian dari miliknya.
“Ayahanda Tercinta, kepada siapa, kepada dewa apa Kurban yang sangat besar ini
ayah lakukan?” kata pemuda itu dalam kesederhanaan imannya.
Ayahnya tidak memperhatikan pertanyaan puteranya. Dia tidak begitu tertarik
untuk memperlakukan puteranya sebagai barang kepunyaannya. Ia hanyut rangkaian
upacara Kurban. Tetapi puteranya Nachiketa tetap teguh. Ia kembali mengulang
pertanyaannya. Aahnya tetap tidak memperhatikan. Kemudian, ia mengulang lagi
pertanyaan untuk yang ketiga kalinya. Sang ayah menjadi marah atas
kekurangajaran puteranya dan berkata menggertak. “Kamu pergi, menghadap Dewa
Kematian dan, apakah aku Kurbankan dirimu. Jangan ganggu aku lagi.”
Nachiketa muda Heran mendengar jawabannya yang kedengaran aneh. Ia tahu bahwa
ayahnya lepas kendali. Ia merasa bahwa dirinya tidak salah, tetapi ayahnya
telah keburu marah. Ia sadar bahwa ia tidak terlalu bodoh kalau dibandingkan
dengan anak-anak lain, tetapi ia merasa heran bagaimana ia bisa berguna bagi
Yama, apabila ia pergi menghadap belia. Ia menghibur dirinya, dan berkata bahwa
seperti biji-bijian, apakah manusia seperti biji-bijian yang jatuh ke tanah dan
lalu lahir kembali. Barangkali hal ini bisa terjadi pada dirinya sendiri
apabila ia pergi menghadap Yama. Demikianlah ia berpikir.
Benar seperti katanya dan permintaan sang ayah yang marah, Nachiketa pergi
menghadap Dewa Kematian. Yama saat itu tidak ada di Istana yang letaknya pada
pintu masuk dunia. Ia menunggu di pintu Istana Yama selama tiga hari panjang
tanpa makan. Ketika Yama kembali pulang, ia terkejut melihat seorang Brahmana
muda berada di depan pintu masuknya. Ia tahu bahwa Brahmana yang sedang
berpuasa di pintunya dibayangkan sebagai orang yang baik. Lalu, ia segera
memesankan air dan suguhan biasa lainnya untuk tamunya. Ia mengundang Nachiketa
untuk duduk di dekat dia. Nachiketa meminta anugrah masing-masing bagi tiga
hari puasa.
Menyelamatkan ayahnya merupakan pertimbangan Nachiketa yang pertama. Lalu, ia
berkata pada Dewa kematian, “Terima kasih yang setinggi-tingginya. Dewa Agung
atas karunia yang telah paduka limpahkan kepada diri hamba. Ijinkanlah ayah
hamba merasa seperti ia yang keinginnya telah terpenuhi. Ijinkanlah ia menjadi
orang periang yang baik dan ijinkanlah kemarahannya menjadi damai. Buatlah ia
dapat menerima hamba seperti hari-hari yang sebelumnya setelah hamba kembali
dari paduka. Ijinkanlah hal ini menjadi anuhgrahmu yang yang pertama.”
Dewa Yama segera berkata, “Hal ini akan terjadi. Ayahmu akan senang melihat
kamu sekembali dari tempat pembicaraan kematian ini. Ia akan tidur dalam
kedamaian setelah mampu memecahkan semua kemarahannya.”
Sementara menanyakan anugerah kedua, Nachiketa berkata, “Hamba mempelajari
bahwa di sini, di surga tidak ada ketakutan. Tidak juga ada pada paduka sesuatu
yang menghancurkan kehidupan. juga tidak ada usia tua membuat orang-orang
bersedih dalam tempat bahagia sperti itu. Bebas dari rasa lapar dan haus yang
datangnya tiba-tiba dan bebas dari kesedihan, orang-orang menikmati
kehidupannya di sini tanpa suatu rintangan. Hamba amat yakin dan patut
menadapat dan mengetahui dunia tersebut. Maka dari itu, O, Yama, berilah hamba
pengetahuan. Hal ini hamba mohon kepada paduka sebagai anugrah ke dua.”
Yama sangat senang sekali mendengar pertanyaan Nachiketa.beliau memberikan ia
pengetahuan sempurna tentang Kurban (yadnya) tertentu. Beliau mengajarkan ia
bagaimana melakukan Kurban itu denngan tepat dan mengatakan kepada ia bahwa
seseorang melakukan upacara Kurban itu akan masuk surga dan menikmati kehidupan
di sana. Beliau lebih jauh mengatakan kepada dia bahwa yadnya atau Kurban
khusus sejak itu dan selanjutnya dikenal di dunia dengan nama Nachiketa. Api
yang digunakan dalam Kurban itu juga berasal dari namanya. Setelah menyampaikan
pengetahuan itu kepada dia, Yama meminta ia agar bertanya untuk anugrah yang
ketiga sekaligus terakhir.
Ketika manusia meninggal dunia, beberapa orang mengatakan bahwa ia hidup
setelah mati, sementara yang lain mengatakan hal ini merupakan masalah yang
sedang diperdebatkan dan banyak dibicarakan. Hamba ingin belajar yang pasti
dari paduka mengenai kebenaran masalah ini. Ini anugrah yang hamba minta,”
tanya Nachiketa dengan sederhana.
Yama tidak sedikitpun terkejut mendenga pertanyaan besar dari seorang penanya
muda. Beliau mencoba menasehati Nachiketa agar tidak menanyakan pertanyaan
sulit itu. Tetapi beliau gagal. Pada sisi lain, beliau membangkitkan
keingintahuan Nachiketa lagi dengan jalan menjauhkan jawaban tadi.
“Pencari muda, mengapa tidak saja memilih beberapa anugrah lain? Bahkan
dewa-dewa pun belum tentu tahu tentang hal ini. Juga tidak mudah memahami pokok
masalah ini. Masalah ini terlalu halus. Aku minta kamu tidak membebani aku
dengan jawaban pertanyaan sulit ini. Mengapa kamu desak aku demikian keras?”,
pinta Yama Raja.
Nachiketa mendesak terus. “Benar sabda Dewa Yama. Jika apa yang paduka katakan
itu benar, siapa lagi sekompeten paduka untuk memecahkan masalah ini Paduka
menangani hidup dan mati dan tak seorangpun dapat mengetahui tujuan akhir jiwa
manusia seperti paduka. Juga hamba tidak melihat anugrah lain apapun sebaik
ini?”
Yama mencoba mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan anugrah-anugrah lain,
tetapi pemuda ini tetap teguh dengan pendiriannya.
Mintalah putera-putera dan cucu-cucu yang akan hidup selama seratus tahun.
Mintalah banyak ternak gajah, kuda dan emas. Mintalah tanah yang luas dan kamu
bahkan boleh minta hidup sepanjang yang kamu inginkan. Kamu boleh minta anugrah
lain yang setara dengan anugrah ini. Kamu boleh menguasai/memerintah dunia luas
ini selama kamu inginkan dan aku akan memberikan kamu kekuatan untuk menikmati
semua kesenangan-kesenangan yang mungkin di dunia. Kamu bebas bertanya dengan
terbuka untuk pemenuhan semua keinginan yang biasanya sulit dipenuhi di dunia
kelahiran. Gadis-gadis cantik perawan dengan kereta-kereta perang dan
instrument musik akan ada di sini yang tak pernah dilihat oleh manusia. Tetapi
atas perintah Aku, mereka akan menemui dan melayani kamu. Tetapi demi
kepentingan dewa, jangan Tanya aku hal-hal tentang kehidupan setelah kematian,”
kata Yama.
Tawaran ini adalah sebuah godaan yang menggiurkan bagi Nachiketa. Tetapi ia
tetap teguh pada pendirian. Ia malahan tidak begitu memperhatikan godaan ini
dan berkata, “Paduka, penghancur semua benda, bukankah semua benda-benda paduka
sebutkan hanya bersifat temporer dan hanya sebentar, kehidupan yang sebentar?
Apakah mereka tidak merusak dan melemahkan indria? Kehidupan ini pendek maka
dari itu hamba tidak akan meminta satupun benda-benda yang paduka tawarkan
dengan murah hati. Kereta-kereta perang dan gadis-gadis penari, hamba serahkan
kepada paduka. Bukan karena kekayaan atau kesenangan saja jiwa manusia dapat
dipuaskan. Di samping itu, kami akan meraih kekayaan ini apabila kita suatu
saat melihat Paduka dan kami mau hidup sepanjang jalan paduka pilih dan
berkuasa. Hamba tidak mau berpikir dengan semuanya ini. Hanya pengetahuan
inilah yang hamba mohon dari paduka. Alangkah bodohnya manusia mau memanjakan
diri dalam tarian dan nyanyian semata-mata dan berhasrat hidup lama tak ubahnya
seekor binatang. Seorang yang ketika tahu hakikat hidup yang benar ia suatu
saat akan bersentuhan dengan Paduka yang tidak pernah menjadi tua yang abadi!
Maka dari itu, o Yama raja, ajarilah pada hambamu ini pengetahuan tentang hidup
setelah mati, tentang pengetahuan yang bahkan dewa-dewa masih tetap
mempertanyakan. Hamba tidak akan memilih anugrah apapun kecuali hal ini, solusi
misteri-misteri ini.”
Ketika Yama tahu bahwa pengikut ini mempertaruhkan segalanya demi pertanyaan
ini, beliau menjadi tak berdaya. Tetapi beliau berbahagia. Beliau melihat
Nachiketa patut mengetahui kebenaran tertinggi. Ia memiliki keyakinan,
keteguhan, kemurnian, kesederhanaan pikiran, keteguhan tujuan, bebas dari
godaan-godaan dan yang lebih dari itu adalah keinginannya yang sungguh-sungguh
untuk mengetahui kebenaran dan menyadarinya dalam kehidupannya.
Yama bersabda, “Hai, anak bijaksana, ada dua jalan selalu terbuka baik dan
jalan preya atau kesenangan. Ia yang mengikuti jalan pertama akan mencapai
tujuan sedangkan ia yang melalui jalan kedua akan binasa. Arif – bijaksana
selalu memilih jalan yang benar. Kamu telah menampik jalan kepuasanya sensual
dan telah memilih jalan Spirit yang membawa kebaikan permanent bagi kamu. Pada
orang bodoh tidak ada kebahagian abadi dan ia akan terperangkap terus menerus
dalam saranku. Namun, orang arif – bijaskana jumahnya sedikit. Merka mengikuti
jalan ini. Tak diragukan lagi betapa halus dan sulitnya jalan itu. Pengetahuan
tentang itupun begitu jarang. Juga orang yang mencapainya dan hanya mereka yang
menyadarinya dapat menyampaikan pengetahuan itu kepada orang lain. Dengan itu
dan logika pun kebenaran ini tidak dapat diraih. Kamu telah mengatasi semua
godaan dan sekarang kamu patut mengetahui kebenaran tertinggi ini.”
“Orang arif-bijaksana meraih pengetahuan kuno tentang keimanenan Spirit yang
menembus semua benda-benda dengan meditasi pada bathin dan lepas dari
kesenangan dan kesedihan. Kebenaran ada di luar dualisme kehidupan seperti
kesenangan dan kesedihan, sukses dan gagal, ada di luas semua realativitas.
Veda atau kitab suci dan berbagai penembusan dosa bertujuan untuk mencapai
tujuan ini. Para Shadaka besar mencoba mencapai hal ini dengan disiplin
Brahmancharya. Simbul mistik dari kebenaran atas kebenaran-kebenaran adalah
AUM.”
“Spirit yang maha Agung tidak pernah dilahirkan dan tidak pula pernah mati.
Beliau adalah murni dan imanen. Beliau tidak dilahirkan dan beliau abadi dan
beliau tidak mati ketika tubuh mati. Ia yang tak menginginkan apa-apa dan ia
telah lepas dari kesedihan dapat memiliki visi dari kebenaran ini melalui
indria-indria dan pikiran-pikiran yang telah disucikan.”
Spirit ini tidak dapat diketahui melalui pengajaran, juga tidak dapat dipakai
melalui intelek dan juga tidak dapat dikuasai melalui pembelajaran yang banyak.
Adalah melalui karunia Spirit saja seseorang dapat restu dengan pengetahuannya
walaupun hal-hal ini benar-benar membantu proses.”
“Seseorang yang tidak menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk dan ia yang
pikirannya tidak tenang dan terpusatkan tidak mengharapkan untuk mengetahui
kebenaran ini.”
“Tubuh manusia seperti sebuah kereta perang dan jiwa atau roh adalah kursinya.
Indria-indrianya adalah kuda dan obyek-obyek sensual adalah jalan-jalan
sepanjang perjalanan. Orang arif-bijaksanan yang tahu kebenaran berkata bahwa
roh adalah sang penikmat melalui indria-indira dan pikiran yang terkekang tanpa
pemahaman tidak dapat mengendalikan indria-indria yang tak ubahnya seperti kuda
yang tak terkendali. Sebuah pikiran yang terkekang dengan pemahaman yang baik
data menegndalikan indria-indria seperti seorang usir dan dapat mengendalikan
kuda-kudanya dengan baik. Pikiran yang terkekang tidak dapat berkonsentrasi dan
tidak dapat menjaga dirinya tetap murni, tidak dapat meraih tujuan hidup.
Seseorang yang pikirannya terkendali dapat meraih suatu tempat dimana tidak ada
lagi kelahiran kembali.”
“Sedikit orang yang melihat ke dalam dirinya sendiri dan mencoba menemukan dan
menyadari Atman atau Spirit yang Agung. Sejak waktu penciptaan Spirit pergi ke
luar, indira-indria dan pikiran memiliki kecenderungan berpaduan dengan dunia
eksternal. Ia melihat ke dalam dirinya sendiri bahwa roh adalah sebagai saksi
baik dalam kehidupan bermimpi maupun dalam keadaan sadar. Hanya melalui tenaga
Spirit, indira-indria dapat berfungsi. Ia yang menyadari hal ini pergi jauh,
lepas dari semua kesedihan.”
“Adalah dari Atman Agung ini matahari dan bulan dan semua kehidupan lahir.
Dalam Atman itu semuanya menemukan tempatnya terakhir dan pemenuhannya. Atman
ini memenuhi buana, di sini dan di tempat lain. Beliau adalah satu dan tak
dapat dibagi lagi. Ia yang melihat dari yang satu di sini akan pergi, lepas
dari kematian-kematian. Ia yang menyadari kesatuan hidup secara integrasl akan
teranugrahi dan menjadi abadi.”
“Itulah atman sejati yang terjaga dalam keadaan seseorang tidur, membentuk
benda-benda seperti dalam mimpi. Kekuatan itu bersemayam dalam kesadaran murni
yaitu Brahman dan dari Brahmanlah semua dunia beserta isinya berpusat. Seperti
apa yang mengasumsikan bentuk-bentuk yang tak terhitung banyaknya menurut
objek-objek yang terbakar, Atman ada pada dalam inti semua benda-benda dan
muncul berbeda dalam objek yang berbeda. Matahari yang seperti mata alam
semesta tidak dipengaruhi oleh dosa dan kesedihan dunia.” “Beliau, Atman yang
agung, pengendali tertinggi adalah esensi dalam dari semua makhluk. Beliaulah
yang membentuk yang satu menjadi banyak. Mereka yang arif-bijaksana, dan berani
melihat beliau dan menyadari beliau dalam roh-roh mereka adalah kenikmatan yang
eternal dan bukan yang lain.” “Beliaulah yang abadi di antara banyak yang mudah
lenyap, Beliaulah kehidupan dalam hidup. Beliaulah yang mengisi
keinginan-keinginan dari semuanya. Mereka arif-bijaksana yang melihat beliau
dan menaydari beliau dalam bathin mereka adalah kenikmatan mereka yang
eksternal dan bukan yang lain.”
“Begitu kita mengamati benda, pertama kali kita melihat objek-objek dari
indria-indria kita. Tetapi indria-indria kita lebih halus dari objek-objek
begitu indria-indria kita melihat objek-objek itu. Tetapi elemen-elemen perta
lebih halus daripada indria-indria kita sejak indria-indria kita terbuat dari
elemen-elemen pertama. Pikiran adalah lebih unggul dan lebih ringan daripada
elemen-elemen begitu pikiran menangkap elemen-elemen tersebut. Kekuatan dari
pemahaman lenih unggul daripada pikiran begitu ia memiliki kekuatan
diskriminasi, roh lebih agung dan halus daripada kekuatan pemahaman begitu roh
bagian dan pecahan dari roh yang maha Agung.”
“Tetapi yang tidak berwujud lebih agung dan lebih besar dariapda roh yang maha
Agung yang berwujud. Tetapi purusa jauh lebih agung daripada yang berwujud dan
tak berwujud seperti sintesis dari dua mata uang secara integral. Tidak ada
yang lebih luas, lebih agung atau lebih unggul daripada purusa, yang merupakan
tujuan terakhir dalam eksistensi dan makhluk. Itulah tujuan dari semuana. “
“Beliau meresap ke semua mahkluk hidup secara rahasia dan tidak dapat dilihat
secara nyata. Beliau hanya dapat ditangkap atau dirasakan hanya oleh orang yang
mampu melihat sebelum terajdi melalui kekuatan pemahaman terpusat.”
“Ada suatu jalan yang dapat digunakan untuk mendekati Purusa itu. Orang
arif-bijaskana yang mau memiliki visi dari realitas agung itu harus
mengeluarkan tenaga. Kata-kata dan sebagainya. Dalam ppikiran, dalam kekuatan
pemahaman, kekuatan itu lagi kembali ke dalam roh yang maha Agung, dan itu
kembali lagi ke dalam Spirit yang penuh kedamaian tak terbatas.”
“Apabila kelima indria dan kekuatan persepsinya sesuai dengan pikiran tetap teguh
dan apabila kekuatan pemahaman dipegang dalam kebimbangan, itulah kondisi pokok
dari kesadaran manusia. Itulah disebut motivasi Yoga atau konsentrasi dan
persatuan yang sempurna. Itulah ketetapan indria-indria dan memegangnya di
sana. Lalu, manusia bebas dari sifat objektif dan ide-ide yang cepat hilang.
Kondisi murni seperti kesadaran tidak dapat disadari dengan kekuatan ujaran
dengan kekuatan pendengaran atau dengan pikiran. Ini dapat disadari dengan
kekuatan ujaran dengan kekuatan pndengaran atau dengan pikiran. Ini dapat
disadari hanya melalui keyakinan dan intuisi, disucikan melalui praktek yang
panjang dan disiplin yang ketat. Apabila semua keinginan telah lenyap dan
pikiran dan semua keragu-raguan telah dibersihkan, seseorang manusia menjadi
abadi (Immortal).”
“Keimanenan agung itu tak dapat di ujarkan, tak dapat disentuh, tak dapat
terbentuk dan tak pernah mati. Ia juga tidak dapat dirasakan atau dicium. Ia
lebih kecil dari yang terkecil dan lebih besar dari yang terbesar. Ia adalah
kebenaran terbesar. Realitas teragung dan ia yang mengetahui hal ini akan lepas
dari kematian.”
“Bangunlah, bangkitlah, dekatilah mereka yang patut dihormati dan belajarlah
mengenai kebenaran tersebut. Sempitkan jalan yang sulit untuk diarungi,
tajamkan seperti mata pisau. Kesuksesan pasti diraih bagi mereka yang berani
dan mau berusaha.”